HASIL KEPUTUSAN BAHTSUL MASAIL
PAGUYUBAN SANTRI NUSANTARA
Di Joglo Nusantara (Setu Pengasinan)   September 2017

        TENTANG ZAKAT PROFESI
Deskripsi masalah:
Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 merupakan bentuk perundang-undangan tertinggi yang mengatur ketentuan pengelolaan zakat di Indonesia yang sebelumnya diatur dalamUndang-Undang No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Dalam Bab IV Pengumpulan Zakat pada pasal 11 ayat 2 huruf (f) UU nomor 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat dijelaskan bahwa harta yang dikenai zakat adalah hasil pendapatan dan jasa. Kemudian pada tahun 2011, DPR beserta pemerintah merevisi UU Nomor 38 Tahun 1999 dan mengeluarkan UU Nomor 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat. Salah satu isi materi dari UU No 23 Tahun 2011 tersebut adalah keberadaan zakat profesi yang termuat dalam pasal 4 ayat (2) bagian (h), yaitu:
1)   Zakat meliputi zakat mal dan zakat fitrah.
2)   Zakat mal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: (a) Emas, perak, dan logam mulia lainnya; (b) Uang dan surat berharga lainnya; (c) Perniagaan; (d) Pertanian, perkebunan, dan kehutanan; (e) Peternakan dan perikanan; (f) Pertambangan; (g) Perindustrian; (h)  Pendapatan dan jasa; dan, (i) Rikaz.
Memang, secara eksplisit tidak disebutkan istilah profesi dalam pasal tersebut, akan tetapi dalam sub (h) pasal 4 ayat (2) disebutkan bahwa diantara bentuk zakat mal adalah pendapatan dan jasa.Ini berarti memberikan peluang terhadap bentuk aktifitas-aktfitas dan jasa yang menghasilkan pendapatan materi. Pada tahap inilah kemudian bermakna bahwa setiap profesi yang menghasilkan pendapatan materi harus dikeluarkan zakatnya. Berdasarkan uraian tersebut di atas, setiap keahlian dan pekerjaan apapun yang halal, baik yang dilakukan sendiri maupun berserikat, seperti seorang pegawai maupun karyawan, apabila penghasilan dan pendapatannya mencapai nishab, maka wajib dikeluarkan zakatnya.
Pertanyaan:
1.    Bagaimana legalitas hukum zakat profesi dalam perspektif fiqh lintas mazhab?
2.    Apakah UU No 23 Tahun 2011 yang salah satu muatannya mewajibkan zakat profesi,  wajib ditaati?
3.    Bolehkah pemerintah atau perusahaan bekerjasama dengan BAZ melakukan auto debet atas gaji pegawainya sebagi bentuk pembayaran zakat profesi?
4.    Bagaimana nishab, syarat dan cara mengeluarkan zakat profesi?
Jawaban:
1.    Pada zaman Rasulullah SAW bahkan hingga masa berikutnya selama ratusan tahun tidak ada dan tidak dikenal istilah zakat profesi. Literatur-literatur Fiqih klasikpun yang menjadi rujukan umat ini tidak mencantumkan pembahasan bab zakat profesi di dadalamnya.
Walaupun pada masa Rasulullah SAW telah ada beragam profesi, namun kondisinya, dari segi penghasilan, berbeda dengan zaman sekarang. Di masa itu penghasilan yang cukup prospektif dan menghasilkan omzet besar berbeda dengan zaman sekarang. Diantaranya adalah pedagang, petani, dan peternak. Sebaliknya di era sekarang tidak sedikit profesi-profesi tersebut justeru berada di kalangan penghasilan menengah ke bawah. Sedangkan profesi-profesi tertentu yang dahulu sudah ada, tapi dari sisi pendapatan saat itu tidaklah merupakan pekerjaan yang mendatangkan materi besar, di zaman sekarang justru profesi-profesi inilah yang mendatangkan sejumlah penghasilan besar dalam waktu yang singkat seperti dokter spesialis, arsitek, programer, pengacara, pegawai pemerintahan dan sebagainya. Nilainya bisa ratusan kali lipat dari petani dan peternak miskin di desa-desa.
Perubahan Sosial inilah yang mendasari ijtihad para ulama kekinian untuk melihat kembali cara pandang kita dalam menentukan siapakah orang kaya dan siapakah orang miskin. Karena substansi zakat itu adalah mengumpulkan harta orang kaya untuk diberikan pada orang miskin. Zaman telah merubah strata profesi namun prinsip zakat tidak berubah. Alhasil Si kaya haruslah menyisihkan uangnya untuk Si miskin. Itulah substansi Zakat. Namun demikian zakat adalah rukun islam yang landasannya harus qath’i, sementara landasan kuat zakat profesi tidak ada dalam quran maupun hadits. Karenanya tidak ada pendapat dari 4 madzhab yang menjelaskan dan merekomendasikan adanya zakat profesi.
Dengan demikian, zakat profesi merupakan ijtihad para ulama di masa kini yang nampaknya cukup memiliki alasan dan dasar yang cukup kuat. Dengan catatan harus mencapai haul  (masa setahun) dan nishab. Akan tetapi tidak semua ulama sepakat dengan pendapat tersebut. Apalagi seperti praktek zakat profesi dalam deskripsi di atas yang dipotong langsung meskipun melalui pernyataan. Karena zakat haruslah dari harta yang sudah dimiliki, sementara potong langsung berarti mengambil zakat dari harta yang belum dimiliki.
Referensi:
العمل: إما حر غير مرتبط بالدولة كعمل الطبيب والمهندس والمحامي والخياط والنجار وغيرهم من أصحاب المهن الحرة. وإما مقيد مرتبط بوظيفة تابعة للدولة أو نحوها من المؤسسات والشركات العامة أو الخاصة، فيعطى الموظف راتباً شهرياً كما هو معروف. والدخل الذي يكسبه كل من صاحب العمل الحر أو الموظف ينطبق عليه فقهاً وصف «المال المستفاد». والمقرر في المذاهب الأربعة أنه لا زكاة في المال المستفاد حتى يبلغ نصاباً ويتم حولاً، ويزكى في رأي غير الشافعية المال المدخر كله ولو من آخر لحظة قبل انتهاء الحول بعد توفر أصل النصاب. ويمكن القول بوجوب الزكاة في المال المستفاد بمجرد قبضه، ولو لم يمض عليه حول، أخذاً برأي بعض الصحابة (ابن عباس وابن مسعود ومعاوية) وبعض التابعين (الزهري والحسن البصري ومكحول) ورأي عمر بن عبد العزيز، والباقر والصادق والناصر، وداود الظاهري.
(الفقه الإسلامى وأدلته، دار الفكر ص: 1947 ج: 3)
2.    Perkara yang menuai perselisihan (khilafiyah) di kalangan ulama, ketika menjadi keputusan imam, dalam hal ini pemerintah, hukumnya wajib ditaati asalkan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ada dalam konteks yang diperdebatkan. Adapun zakat profesi jika diwajibkan oleh pemerintah, maka wajib ditaati dengan syarat mencapai satu nishab dan haul (mencapai setahun) sesuai pendapat beberapa ulama yang mensyaratkannya. Atau mungkin juga bisa mengikuti pendapat sebagian sahabat yang berpendapat bahwa al-maal al-mustafaad (harta simpanan) yang dalam hal ini menjadi analog zakat profesi, wajib dikeluarkan ketika mendapatkannya tanpa menunggu haul. Namun praktek keduanya mengharuskan sudah diterimanya uang/harta terlebih dahulu, tidak melalui potong langsung.
Referensi:
ويمكن القول بوجوب الزكاة في المال المستفاد بمجرد قبضه، ولو لم يمض عليه حول، أخذاً برأي بعض الصحابة (ابن عباس وابن مسعود ومعاوية) وبعض التابعين (الزهري والحسن البصري ومكحول) ورأي عمر بن عبد العزيز، والباقر والصادق والناصر، وداود الظاهري.
(الفقه الإسلامى وأدلته، دار الفكر ص: 1947 ج: 3)

3.    Tidak diperbolehkan
4.    Nishab zakat profesi adalah 2,5% baik yang memberlakukan adanya haul maupun yang menyamakan dengan al-maal mustafaad (tidak mensyaratkan haul), sesuai dengan nash-nash yang mewajibkan zakat nuqud (uang).
Referensi:
ومقدار الواجب: هو ربع العشر، عملاً بعموم النصوص التي أوجبت الزكاة في النقود وهي ربع العشر، سواء حال عليها الحول، أم كانت مستفادة. (الفقه الإسلامى وأدلته، دار الفكر ص: 1947 ج: 3)

Komentar